Khutbah Jumat | Iman dan taqwa adlh kekuatan yg handal untk menghadapi segala bentuk problema kehidupan, baik kwalitatif maupun kwantitatif. Iman dan taqwa jg merupakan kekuatan untk menghadapi tugas dan kewajiban manusia, baik tugas dan kewajiban kepada Allah (Hablun-min-Allah), maupun tugas dan kewajiban sesama manusia (Hablun-min-annas).
Artinya :“Katakanlah. “Wahai Tuhan yg mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yg Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dan orang yg Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yg Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yg Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Ali ‘Imran ayat 26).
Pribadi orang yg beriman dan bertaqwa konteksnya dgn surat Al Fatihah yg isinya terdiri dari : pertama, ma’rifatullah, kedua, ikrar dan ketiga, do’a, maka kepribadian seorang muslim itu adalah: pertama, harus ma’rifat (berpengetahuan).
Berpengetahuan yg dimaksud adlh berpengetahuan yg integral bukan parsial, dan yg nampak dlm alam jagat raya yg serba fisika ni sampai kepada yg metafisika (yang tak nampak).
Keimanan terhadap yg metafisika ni karena justru yg thetafisika inilah yg dominan. Yang terlihat adlh fenomena alam termasuk kehidupan insani sebagai salah satu unsur kehidupan ini. Hal ni merupkan gejala untk menunjukkan bahwa dibalik kehidupan ni ada satu wujud yg sempurna dan mutlak kebenarannya.
Sedang yg terlihat termasuk manusia sebagai makhluk yg paling tinggi martabatnya mempunyai keterbatasan dlm segala hal. Manusia yg berma’rifat dlm menilai segala sesuatu tak hanya yg terlihat tetapi jg ingin mengetahui apa hakekat sebenarnya dibalik yg terlihat itu.
Dengan membaca alam ni dpt diketahui bahwa dibalik semua ni ada suatu Dzat yg wajib diibadati, yaitu Allah SWT dgn sifat-sifat kebesarannya yg disebut “Asmaul Husna”, termasuk sifat Arrahman-Arrahim dan Al-Khaaliq (Pencipta). Dengan demikian jelas bahwa Allah adlh Tuhan Pencipta alam dan isinya ini.
Oleh karena itu seseorang yg sudah mengenal “Ma’rifat” ni tentang siapa sebetulnya Allah dan apa kaitannya dgn alam jagat raya yg berada dlm ekosistem, dimana manusia terkait di dalamnya, dia akan yakin bahwa Allah-lah Penguasa tunggal dan sumber kekuasaan sebagai “Khaaliqul-’aalamien”.
Konsekwensi seseorang mengakui Allah sebagai “Khaaliqul-’aalamien” adlh mengakui Allah sebagai sumber Ke kuasaan dan Kewibawaan. Sebagaimana diterangkan dlm surat Ah ‘Imran ayat 26 di atas.
Manifestasi pengakuan terhadap kekuasan Allah adlh mengakui undang-undang dan peraturan-Nya yg termuat dlm Al-Qur’an. Allah adlh Pengatur (Rabbun) dan kita adlh yg diatur (marbun). Dengan demikian kita harus mengakui bahwa Allah adlh sumber disiplin.
Kalau diwujudkan, bentuk kehidupan ni bagaikan kerucut, jadi semua kelompok kehidupan makhluk yg ada pd lingkaran di bawah ni akhirnya menuju ke pusat yg ada di atasnya yaitu Allah.
Allah jg sebagai Penguasa tunggal di hari pembalasan. Hal ni merupakan sumber moral, sehingga tiap mau melangkah ke suatu perbuatan apapun selalu menimbang secara komparatif, rnisalnya kalau dilakukan di dunia enak, äpakah di akhirat kelak jg akan enak, sehingga selalu jatuh terhahadap pilihan yg menimbulkan kenikmatan. Mengakui Kekuasaan Allah berarti mentaati-Nya, tetapi bukan berarti tak boleh mengakui kekuasaan atasan dlm forum dan tingkat apapun, jg bukan berarti mengabaikan disiplin bawahan terhadap atasan. Sebagaim ana disebutkan dlm surat An-Nisa’ ayat 59 .
artinya:
“Hai orang-orang yg beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan penda pat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), lika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan han kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “.
Ulil amri ni mempunyai arti orang yg mempunyai urusan dan kamu / orang yg mengurus kamu yg berada dlm leader position (pemimpin). Akan tetapi sumber disiplin dan kekuasaan hanya ada di tangan Allah. Lnilah azas leadership ma’rifat.
Setelah berma’rifat ni baru ikrar, yaitu berupa ibadah dan isti’anah (memohon pertolongan) kepada Allah. Orang yg beriman di dlm menunaikan segala perilaku dan aktifitasnya adlh dlm rangka beribadah kepada Allah dgn tujuan mencari ridla-Nya.
Beristi’anah kepada Allah terhadap hal-hal yg di luar kemampuan usaha manusia (ikhtiari insani). Sebagai pribadi muslim seharusnya mengucapkan (ikrar) dahulu baru beristi’anah (hak), sebab Allah memberikan hak dahulu barn menuntut kewajiban.
Ketika seorang bayi dilahirkan, Allah sudah melengkapi fasilitas lengkap sebagai bekal hidup, inilah sifat rahrnan dan rahim-Nya, kemudian setelah dia berakal (baligh) barn di tuntut untk melaksanakan kewajibannya sebagai hamba kepada Tuhannya “Allah” SWT. Dalam hal ni Allah menekankan kewajiban lebih dahúlu baru hak untk beristi’anah. Kalau sudah beribadah sebagai bukti ikrarnya, barn berdo’a memohon hidayah kepada Allah “Ihdinash-shiraathal mustaqiem”.
Betapapun hebatnya manusia, tetapi mempunyai keterbatasan, disinilah fungsi do’a agar kita senantiasa mendapat kan petunjuk (hidayah)-Nya. Kita tak langsung mendapatkan hidayah dan Allah, karena kita bukan Nabi dan Rasul. Oleh karena itu datangnya hidayah bisa melalui komunitas sosial, baik antara pimpinan dan bawahan maupun dlm kehidupan kemasyarakatan, apa berupa usulan, saran ataupun nasehat.
Untuk menentukan kebenaran usulan, saran dan nasehat tersebut berpijak kepada orang-orang yg telah Allah berikan nikmat “Alladziena an’amta ‘alaihim”, yaitu para Nabi dan Rasul, para shiddiqin, para syuhada’ dan para shalihin. Operasionalnya adlh menghindarkan din dan perbuatan yg dimurkai oleh Allah dan perbuatan yg sesat.
source : http://ceramahustadmp3.blogspot.com, http://okezone.com, http://bbc.co.uk
0 Response to "[Al-Qur'an] Khutbah Jumat - Allah Adalah Sumber Kekuasaan Dan Kewibawaan"
Posting Komentar