This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Mudzakarah Ulama Rumpun Melayu

MUDZAKARAH ULAMA RUMPUN MELAYU
ABAD KE 17
Mudzakarah Ulama Rumpun Melayu
Untuk menjawab berbagai pertanyaan awal di atas, maka dibentuk Tim Pelacakan Sejarah oleh Panitia Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu pd bulan Agustus 2007 dgn dua bidang tugas.
  • Pertama, bertugas untk menggali fakta dari literatur / tulisan sejarah di buku, internet, serta asip-arsip kuno di perpustakan dan di masyarakat.
  • Kedua, melalui wawancara langsung dgn pakar sejarah dari Perguruan Tinggi, Musium Purbakala, serta tokoh masyarakat yg merupakan keturunan dari pelaku sejarah. Juga dilakukan tinjauan langsung ke lokasi sejarah di daerah Perdipe.
Tim ni bekerja sekitar dua bulan sejak dibentuk. Kemudian hasil penelitian ni telah disampaikan pd Musyawarah Pleno ke 1 DP3MU September 2007 di Auditorium Yayasan AKUIS Pusat, Banyuasin, Sumatera Selatan.
Berdasarkan Hasil Pelacakan Sejarah yg telah dilakukan, maka ada beberapa bukti sejarah yg ditemukan :
1. Pada tahun 1650 masehi / 1072 hijriyah telah bertemu sekitar 50 ’ulama di Perdipe, Sumatera Selatan. 2. Mereka berasal dari wilayah Rumpun Melayu yg meliputi Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaka, Fak-Fak- Papua, Ternate, dan Kepulauan Mindanau. 3. Hasil Mudzakarah ni memunculkan perluasan dakwah Islam yg berakibat terkikisnya faham anismisme dan budaya jahiliyah di masyarakat. 4. Munculnya kader-kader mujahid yg mengadakan perlawan terhadap penjajah Eropa. 5. Terjadinya perluasan wilayah Islam yg ditandai dgn munculnya Kesultanan yg baru yg masing-masing saling bekerjasama secara baik.A. Siapakah Tokoh Sentral pd Mudzakarah ’Ulama Serumpun Melayu abad 17 M Berdasarkan arsip kuno berupa kaghas (tulisan dgn huruf ulu diatas kulit kayu) yg ditemukan di Dusun Penghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yg diterjemahkan pd tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur (ahli purbakala Pusat Jakarta), ada beberapa catatan sejarah. Bahwa pd tahun 1072 Hijriyah / 1650 Masehi telah ada seorang tokoh ’Ulama yg bernama Syech Nurqodim al-Baharudin yg bergelar Puyang Awak yang mendakwahkan Islam di daerah dataran Gunung Dempo Sumatera Selatan. Menurut buku ”Jagad Basemah Libagh Semende Panjang”, Terbitan Pustaka Dzumirah, Karya TG.KH. Drs. Thoulun Abdurrauf, dinyatakan bahwa pd abad ke 14 - 17 Masehi, kaum Imperialis dan Kapitalis Eropa (Portugis, Inggris, dan Belanda) telah merompak di lautan dan merampok di daratan yg diistilahkan dlm bahasa melayu, yaitu mengayau. Mereka dgn taktik devide et impera berusaha memecah-belah penduduk di Rumpun Melayu yg berpusat di Pulau Jawa dan Semenanjung Malaka. Maka para waliullah di daerah tersebut dgn dipelopori oleh Syech Nurqodim al-Baharudin pd tahun 1650 M / 1072 H menggelar musyawarah yg berpusat di Perdipe (Sekarang masuk wilayah Kota Pagar Alam, Dataran Gunung Dempo, Sumatera Selatan). Tujuan musyawarah ni antara lain guna menyusun kekuatan bagi persiapan perang bulan sabit merah untk menumpas ekspansi perang salib di Asia Tenggara. Masih menurut beliau, bahwa kosa kata ”belanda” konon adlh sebutan bahasa melayu untk orang netherlands. Kata belanda berasal dari dua suku kata ”belah” (memecah) dan ”nde” (keluarga), maknanya ”tukang memecah-belah keluarga”. Berbeda maknanya dgn kata ”semende” dari dua suku kata ”same” (satu) dan ”nde” (keluarga), maka maknanya ”satu keluarga” yaitu persaudaraan mukmin.
B. Siapakah Syech Nurqodim al-Baharudin
Syech Nurqodim al-Baharudin adlh cucu dari Sunan Gunung Jati dari Putri Sulungnya Panembahan Ratu Cirebon yg menikah dgn Ratu Agung Empu Eyang Dade Abang. Syech Nurqodim al-Baharudin kecil, beserta ketiga adiknya dididik dgn aqidah Islam dan akhlaqul karimah oleh orang tuanya di Istana Plang Kedidai yg terletak di tepi Tanjung Lematang. Sewaktu remaja beliau digembleng oleh para ’ulama dari Aceh Darussalam yg sengaja didatangkan ayahnya. Ketika tiba masanya menikah beliau menyunting gadis dari Ma Siban (Muara Siban), sebuah dusun di kaki Gunung Dempo yg memiliki situs Lempeng Batu berukir Hulu Balang menunggang Kuda dgn membawa bendera Merah Putih (lihat buku ”5000 tahun umur merah putih” karya Mister Muhammad Yamin). Setelah bermufakat, beliau sekeluarga beserta adik-adiknya, keluarga dan sahabatnya membuka tanah di Talang Tumutan Tujuh, sebagai wilayah yg direncanakan beliau untk menjadi Pusat Daerah Semende. Menurut salah seorang keturunan beliau yg masih ada sekarang-TSH Kornawi Yacob Oemar-, dlm sebuah makalahnya dinyatakan bahwa, Syech Baharudin adlh pencipta adat Semende. Sebuah adat yg mentransformasi perilaku rumahtangga Nabi Muhammad SAW. Beliau jg pencetus falsafah ”jagad besemah libagh semende panjang”, yaitu ”Negara Demokrasi” pertama di Nusantara (1479-1850). Akan tetapi ”negara” itu runtuh akibat peperangan selama 17 tahun (1883-1850) malawan kolonial Belanda. Sebelum ke Tanah Besemah, Syech Baharudin bermukim di Pulau Jawa dan hidup satu zaman dgn Wali Songo. Beliau sangat berpengaruh di di bahagian tengah dan selatan Pulau Jawa. Sedangkan Wali Songo pd masa sebelum berdirinya Kerajaan Bintoro Demak memiliki pengaruh di Pantai Utara Pulau Jawa. Tertulis dlm Kitab Tarikhul Auliya, bahwa untk mendirikan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa-yaitu Demak, maka ada 16 orang wali bermusyawarah di Masjid Demak termasuk pula Syech Baharudin dan beberapa wali dari Pulau Madura. Dalam musyawarah itu Sunan Giri menginginkan agar dibentuk suatu negara Kerajaan dgn mengangkat Raden Fatah sebagai raja /sulthan dgn alasan negara baru tersebut tak akan diserbu balatentara Majapahit, mengingat Raden Fatah adlh anak dari raja Majapahit. Konon dari 16 wali tersebut, 9 orang yg mendukung pendapat ni dan tujuh orang yg berbeda pemahaman dlm strategi dakwahnya termasuk Syech Baharudin. Syech Baharudin (Puyang Awak) menginginkan suatu daulah seperti Madinah al Munawarah pd masa Rosulullah SAW. Tapi demi menjaga persatuan ummat Islam yg kala itu jumlah belum banyak, beliau memutuskan untk hijrah (melayur) ke Pulau Sumatera. Dari tanah Banten beliau menyeberang ke Tanjung Tua-ujung paling selatan Pulau Sumatera-. Kemudian menyusuri pesisir timur, yaitu daerah Ketapang-Menggala-Komering-Palembang-Enim dan Tiba di Tanah Pasemah lalu menetap disana tepatnya di Perdipe. Disepanjang perjalanan, sebagai seorang mubaligh beliau selalu mendatangi tempat-tempat dimana masyarakat masih belum mengenal agamaTauhid dan akhlaqul qarimah, untk mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam dgn metode yg sangat sederhana yaitu memepergunakan kultur budaya masyarakat setempat sehingga dpt dimengerti dgn mudah oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat beberapa suku di perdalaman Sumatera Bagian Selatan, Puyang Awak adlh penyebar agama Islam yg sangat kharismatik. Nama beliau menjadi legenda dari generasi ke generasi terutama sikap beliau yg menunjukkan rasa peduli dan kasih sayang yg sangat tinggi terhadap semua makhluk ciptaan Allah. Di tanah Pasemah pd waktu itu, Puyang Awak melihat pola hidup masyarakat sangat jauh dari kehidupan yg islami.Adanya praktek-praktek perbudakan dikalangan masyarakat.Perampokan dan penjarahan bagkan penculikan terhadap wanita dan anak-anak dari suku-suku lain disekitar Basemah [dalam bahasa basemah disebut ’nampu’] untk dijadikan budak [dalam bahasa pasemah disebut ’pacal’], dianggap suatu kebanggaan. Bahkan ada satu keluarga besar yg memiliki ratusan ekor kerbau dan sapi serta puluhan orang pical, pd waktu ia mengadakan suatu pesta pernikahan anaknya, dgn pesta besar-besaran dgn menyembelih puluhan ekor sapi dan kerbau. Untuk menambah ’kebanggaan’ dari keluarga tersebut, maka diumumkan bahwa yg punya hajatan jg akan ’menyembelih seorang pacal’. Suatu bentuk kedzaliman yg melebihi perbuatan kaum jahiliyah Suku Quraisy di Kota Mekkah pd zaman nabi Muhammad SAW. Pola hidup masyarakat Basemah yg liar, zalim, dan biadab seperti itu, bukan hanya diceritakan kembali secara turun-tumurun dari generasi ke generasi, melainkan tercatat pula pd tulisan-tulisan kuno aksara ka-ga-nga yg dijadikan benda-benda pusaka oleh tua-tua adat dari suku-suku sekitar Basemah, antara lain di daerah Enim. Intinya memperingatkan warga agar berhati-hati dan selalu waspada terhadap kedatangan para perampok dari Basemah yg sering menjarah harta benda serta menculik wanita dan anak-anak mereka. Bahkan selain itu Marco Polo [abad12], membuat catatan khusus tentang Basemah yg berbunyi..’Basma, where the people’s like a beast withuot law or religion....’ [basemah, penduduknya bagaikan binatang buas, tanpa aturan / agama ] Puyang Awak yg memperhatikan kehidupan suku Basemah yg liar, zalim tanpa hukum dan agama tersebut, justru berpendapat bahwa di tanah basemah inilah tempat yg tepat untk menyebarkan ajaran-ajaran Islam yg bersumber dari Kitab Suci Al-Qur’an yg diturunkan ALLAH SWT kepada nabi Muhammad SAW, untk meng-agama-kan masyarakat yg belum beragama. Akan tetapi perlu kita fahami bahwa metode yg dipergunakan oleh Puyang Awak dlm menyebarkan ajaran Islam yg mendasar tersebut, tak mempergunakan bahasa Arab, melainkan beliau rumuskan kedalam bahasa Pasemah yg cukup dikenal sampai saat ni yaitu ’falsafah GANTI nga TUNGGUAN [Akhlakul Karimah].
C. Hubungan Darah Syaikh Baharudin dgn Sunan Gunung Jati
Mengutip dari buku ”Kisah Walisongo”, Karya Baidhowi Syamsuri, terbitan Apollo Surabaya didapatkan data sebagai berikut. Adalah dua orang putra Prabu Siliwangi bernama Pangeran Walang Sungsang dan Putri Rara Santang belajar Dinul Islam kepada Syaikh Idlofo Mahdi / Syaikh Dzathul Kahfi-seorang Ulama dari Baghdad yg menetap di Cirebon dan mendirikan Perguruan Islam. Karena kedua anak Raja Siliwangi tersebut tak mendapat izin dari sang ayah, maka mereka melarikan diri ke Gunung Jati untk belajar tentang Islam. Setelah cukup lama menuntut ilmu, keduanya diperintahkan sang syaikh untk membuka hutan di selatan Gunung Jati yg kemudian dijadikan pedukuhan yg akhirnya menjadi ramai. Tempat ni kemudian dinamakan ”Tegal Alang-Alang” dan Pangeran Walang Sungsang diberi gelar ”Pangeran Cakra Buana” serta diangkat sebagai pimpinannya. Syaikh Kahfi / Datuk Kahfi memerintahkan kepada kedua muridnya tersebut untk menunaikan haji ke Mekkah dilanjutkan dgn belajar Islam kepada Syaikh Bayanillah. Akhirnya Rara Santang menikah dgn seorang penguasa Mesir keturunan Bani Hasyim yg bernama Sultan Syarif Abdullah-dikenal jg dgn Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Rara Santang namanya diganti dgn Syarifah Mudaim. Dari pernikahan ni lahirlah dua orang putra, Syarif Hidayatullah dan adiknya Syarif Nurullah. Setelah Sultan Syarif Abdullah wafat, kedudukannya digantikan oleh putra keduanya Syarif Nurullah, karena putra pertamanya Syarif Hidayatullah tak suka naik takhta dan lebih memilih pulang ke tanah Jawa beserta ibunya untk mendakwahkan Islam. Syarif Hidayatullah inilah yg kemudian dikenal dgn nama Sunan Gunung Jati yg bersama-sama Senopati Demak Bintoro, yaitu Fatahillah yg melakukan penyerangan dan pengusiran Bangsa Portugis dari Sunda Kelapa. Sedangkan Pangeran Cakra Buana setelah tinggal tiga tahun di Mesir kembali ke Jawa dan mendirikan negeri baru yaitu Caruban Larang. Prabu Siliwangi sebagai penguasa Jawa Barat telah merestui tampuk pemerintahan putranya ni dan memerinya gelar ”Sri Manggana”. Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Gunung Jati telah sampai ke negeri Cina, dimana terdapat undang-undang yg melarang rakyatnya memeluk Islam. Disana beliau membuka praktek sistem pengobatan. Setiap yg datang berobat diajarinya berwudhu dan sholat. Orang cina kemudian mengenalnya sebagai sinshe dari jawa yg sakti dan berilmu tinggi. Akhirnya banyak diantara penduduknya memeluk Islam, termasuk seorang menteri Cina bernama Pai Lian Bang. Bahkan Kaisar Cina meminta Sunan Gunung Jati untk menikahi putrinya yg bernama Ong Tien. Sunan Gunung Jati tak mau mengecewakan sang kaisar, maka pernikahan tersebut dilangsungkan, kemudian ia pulang ke Jawa beserta Ong Tien. Keberangkatannya ke Jawa dikawal dua Kapal Kerajaan yg dikepalai murid Sunan Gunung Jati, Pai Lian Bang. Kapal yg ditumpangi oleh Sunan Gung Jati berangat lebih dahulu dan singgah di Sriwijaya karena tersiar kabar bahwa adipati Sriwijaya yg berasal dari Majapahit bernama Ario Damar atau Ario Abdillah (nama Islamnya) telah meninggal dunia. Makam beliau dpt kita lihat sampai sekarang di Jalan Ariodillah Palembang. Sedangkan Ario Abdillah ni adlh anak tiri dari Fatahillah. Karena kedua putra dari Ario Abdillah telah menetap di Jawa, maka Sunan Gunung Jati mengharapkan agar rakyat Sriwijaya berkenan mengangkat Pai Lian Bang sebagai adipati supaya tak ada kekosongan kepemimpinan. Pai Lian Bang tak menolak atas pengangkatannya, ia berkata : ”...seandainya bukan Sunan Gunung Jati sebagai guruku yg menyuruhku, maka aku tak akan mau diangkat menjadi adipati...”. Dengan bekal ilmu selama menjadi menteri di Cina, Pai Lian Bang berhasil membangun Sriwijaya. Pesantren dan madrasah benar-benar dikembangkannya dan beliau menjadi Guru Besar dlam Ilmu Ketatanegaraan. Murid-muridnya cukup banyak yg datang dari Pulau Jawa dan Sumatera termasuklah seorang cucu Sunan Gunung Jati dari Putrinya Panembahan Ratu yg dinikahi oleh Danuresia (Empu Eyang Dade Abang) yg bernama Syaikh Nurqodim al Baharudin (di sumsel dikenal dgn Puyang Awak). Pada akhirnya setelah Pai Lian Bang wafat, Sriwijaya diganti nama menjadi PALEMBANG yg diambil dari nama PAI LIAN BANG.D. Latar Belakang Mudzakarah ’Ulama Serumpun Melayu Tempo Dulu Setiap ulama yg shohih dpt dikenali langkah-langkahnya yg senatiasa menyusuaikan dgn panduan Alqur-an dan sunnah Rosul. Demikian pula analisis kami terhadap gerakan yg dibangun Syaikh Nurqodim al-Baharudin. Dengan segala keterbatasannya selaku manusia biasa dan dgn kesemangatannya selaku hamba Allah yg diberi amanah ke’ulamaan beliau telah berupaya membangun tata kehidupan masyarakat madani yg di contohkan Rosulullah Muhammad SAW. Inilah latar belakang pokok mudzakarah tersebut yaitu ingin mewujudkan tata kehidupan masyarakat yg diatur dgn Syariat Dinullah dgn panduan dari Rosulnya. Beliau tak bermaksud membangun kekuasan dgn sistem kerajaan. Tapi masyarakat madani yg tunduk pd kepemimpinan Allah dan Rosul dgn ’Ulama sebagai Ulil Amrinya. Kemudian dgn melihat situasi dan kondisi perkembangan Islam di Eropa, Afrika, Asia, hingga wilayah Nusantara memberikan peluang yg besar kepada para ’ulama untk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh dunia, sehingga memberi corak tersendiri dlm kehidupan bermasyarakat. Terciptanya kestabilitasan dan perbaikan sistem kehidupan yg meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, pemerintahan dan keamanan, militer dan ilmu pengetahuan merupakan salah satu effect positif penyebaran melalui Dakwah dan Jihad. Di rumpun melayu, khususnya setelah terjadi kekosongan kekuasaandi wilayah Sumatera Selatan akibat runtuhnya kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit, dan terjadinya peralihan kekuasaan dari kerajaan Demak ke Pajang dan Mataram, sementara di wilayah Besemah (Pagaralam) masyarakat mengalami disintegrasi nilai-nilai kebudayaan yg mengakibatkan terciptanya kekacauan dlm sistem kehidupan sosial kemasyarakatan sehingga mereka kehilangan norma dan aturan yg mengatur tatanan kehidupan sosial. Hal ni yg menjadi faktor kedua dan mengilhami proses penyebaran Islam di wilayah Besemah dan Semendo oleh para ’ulama melalui proses mudzakarah. Demikianlah dua latar pokok munculnya pertemuan ulama pd masa itu, yaitu ittiba kepada panduan Allah dan Rosul dgn gambaran dalilnya antara lain Surah al Anfal ayat 72, mengenai perintah iman, hijrah dan jihad. Selanjutnya kedua, yaitu kondisi dunia dan ummat yg menghendaki para ’ulama agar bersepakat mengangkat Islam.
E. Lokasi dan Hasil Keputusan Mudzakarah Ulama Tempo Dulu
Keberadaan dan kegiatan dakwah yg dilakukan beliau lama-kelamaan mulai tersebar. Bahwa di daerah Batang Hari Sembilan telah ada seorang aulia yg bernama Syaikh Nur Qodim Al Baharudin. Banyaklah penghulu agama / pemuka agama dari berbagai daerah berdatangan memenuhi ajakan Puyang Nur Qodim untk bermukim di Talang Tumutan Tujuh akhirnya diresmikanlah oleh Puyang Ratu Agung Empuh Eyang Dade Abang menjadi ”dusun Paradipe” (para penghulu agama) tahun1650 M / 1072 H sekarang dinamakan dusun Tue. Dari perluasan daerah inilah disebut wilayah jagad Semende Panjang Basemah Libagh.
Kegiatan pembukaan wilayah oleh Syaikh al Baharudin antara lain :
1. Pembukaan dusun dan Wilayah Pertanian Pagaruyung yg dipimpin oleh Puyang Ahmad Pendekar Raje Adat Pagaruyung dari Tanah Minang Kabau. 2. Pembaharuan dusun serta pemekaran Wilayah Peghapau yg dipimpin oleh Puyang Prikse Alam, dan Puyang Agung Nyawa beserta Puyang Tuan Kuase Raje Ulieh dari negeri Cina yg nama aslinya Ong Gun Tie 3. Pembukaan Dusun dgn pemukiman di dusun Muara Tenang oleh Putra Sunan Bonang dari Jawa. Di Tanjung Iman oleh Puyang Same Wali, di Padang Ratu oleh Puyang Nakanadin, di Tanjung Raye oleh Puyang Regan Bumi dan Tuan Guru Sakti Gumai serta di Tanjung Laut oleh Puyang Tuan Kacik berpusat di Pardipe 4. Pemekaran pembukaan wilayah Marga Semende, Muare Saung dan Marga Pulau Beringin (OKU). 5. Pembukaan wilaya Marga Semende Ulu Nasal dan Marga Semende Pajar Bulan Segirin Bengkulu 6. Pembukaan dusun dan wilayah pertanian di Lampung yakni Marga Semende Waitenang, Marga Semende Wai Seputih, Marga Semende Kasui, Marga Semende Peghung dan Marga Semende Ulak Rengas (Raje Mang Kute) Muchtar Alam..
Pendiri Adat Semende
1. a. Ratu Agung Umpu Eyang Dade Abang (Bapak Nur Qodim - Puyang Awak).
b. Puyang Awak Syaikh Nurqodim Al Baharudin
2. Puyang Mas Penghulu Ulama Panglima Perang dari Gheci Mataram Jawa.
3. Ahmad Pendekar Raje Adat Pagaruyung dari Minang Kabau (Sumbar).
4. Puyang Sang Ngerti Penghulu Agama dari Tebing Rindu Ati Bangkahulu (Bengkulu).
5. Puyang Perikse Alam dari Lubuk Dendan Mulak Basemah.
6. Puyang Agung Nyawe.
7. Puyang Lurus Sambung Ati dari gunung Puyung Banten Selatan Jabar.
8. Tuan Kuase Raje Ulie Depati Penanggungan.
9. Puyang Lebi Abdul Kahar dari Pulau Panggung.
10. Tuan Mas Pangeran Bonang Muara Tenang.
11. Regan Bumi Nakanadin samewali Tanjung Raya.
12. Tuan Kecil dari Tanjung Laut.
Mengenai hasil keputusan yg di dapat, antara lain adlh munculnya rumusan kesepakatan ulama mengenai tahapan waktu kaderisasi ummat dan masa tegaknya daulah Islam di Rumpun Melayu. Rumusan ni menggunakan bahasa melayu setempat yg tercatat sampai saat ni dan mengandung pesan yg amat kuat, yaitu ”Tujuh Ganti Sembilan Gilir”. Terjemahnya adlh tujuh generasi dan sembilan masa pergiliran Kesultanan”. Satu generasi adlh sekitar 40 tahun sehingga makna tujuh ganti adlh 280 tahun masa pengkaderan / persiapan ummat ummat Islam untk bangkit dan mengusir penjajah dari Eropa. Terbukti sekitar 300 tahun kemudian dari tahun 1650 penjajah belanda angkat kaki dari negeri ini. Kemudian Kesultanan Mataram sebagai pusat komunikasi dari kesultanan lain di rumpun melayu diberi batas amanah sampai ke 9 kepemimpinan untk selanjutnya menegakkan Syariat Islam secara total. Data mengenai ulama yg hadir antara lain 40 ulama Malaka yg berangkat dari Johor, utusan Mataram Raden Seto dan Raden Khatib dan beberapa utusan lain dari Pagaruyung dan beberapa dari wilayah Rumou Melayu lainnya. Lokasi Mudzakarah Ulama ni adlh di Dusun Perdipe (Para Dipo; para penghulu agama). Demikianlah sekelumit data yg diperoleh, setelah dilakukan eksplorasi data literatur dan lapangan. Tapi demikian segala sumber keterangan apabila bukan bersumber selain alqur-an akan ditemua ikhtilaf (perbedaan) seperti yg dijelaskanNYa dlm Surah Annisa 82. Maka kami pun membuka segala kesempatan untk melengkapi, mengkoreksi dan meluruskan data sejarah ini.

sumber http://al-ulama.net/home-mainmenu-1/articles/103-sejarah-mudzakarah-ulama-abad-ke-17

source : http://integralist.blogspot.com, http://viva.co.id, http://wikipedia.org

0 Response to "Mudzakarah Ulama Rumpun Melayu"

Posting Komentar