This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[News] Kisah Utsman bin Affan Menyatukan Bacaan Alquran

kopas99.blogspot.com - Media Pendidikannews. Setelah Umar bin al-Khattab wafat, tiga malam berikutnya Utsman bin Affan dibaiat menggantikannya. Baiat itu terjadi pd tahun 24 H. Laki-laki yg malaikat pun malu padanya ni berhasil memperluas wilayah kekhilafahan Islam.
Pemeluk Islam kian bertambah jumlahnya. Generasi baru muncul mengganti ayah-ayah mereka. Waktu terus berjalan, menderap langkah peradaban, dan masa kenabian pun kian menjauh.
Penduduk wilayah kekhalifahan belajar mebaca Alquran dari sahabat Nabi yg tinggal bersama mereka. Orang-orang Syam membacanya dgn qiraat Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu. Penduduk Irak berbeda lagi. Mereka membaca dgn qiraat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Adapun selain mereka, Alquran dibaca dgn qiraat Abi Musa al-Asy’ari, radhiallahu ‘anhum ajma’in (Jam’u Alquran al-Karim Hifzhan wa Kitabatan oleh Ali bin Sulaiman al-Ubaid).

Masing-masing sahabat memiliki bacaan sesuai riwayat yg mereka pegangi dari Rasulullah ï·º. Karena luasnya daerah, banyaknya umat secara jumlah, perbedaan bacaan pun kian meluas. Mereka yg awam, tak tahu ada riwayat selain dari yg mereka baca. Ditambah keterbatasan sarana informasi, menyebabkan penyebaran ilmu tak semasif masa kini. Jangan bayangkan tiap daerah tahu apa yg terjadi di daerah lainnya seperti saat ini, ada internet dan telivisi. Berita hanya tersebar dari musafir dari mulut ke mulut. Akhirnya perselisihan qiraat memunculkan fitnah dan perpecahan.

Sebab Ditetapkannya Kebijakan

Penyebab utama penyeragaman bacaan Alquran di zaman Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu adlh perbedaan bacaan yg menjurus pd saling menyalahkan antara kaum muslimin. Utsman pun mengambil kebijakan menyatukan suara umat. Ia memutuskan adanya satu mushhaf yg sama.

Bermula dari kabar sahabat Hudzaifah bin al-Yaman radhiallahu ‘anhu yg datang dari wilayah Azerbaijan dan Armenia. Ia menemui penduduk Syam dan Irak yg berselisih karena bacaan Alquran. Hudzaifah khawatir timbul fitnah dan masalah dari hal ini. Ia berkata, Wahai Amirul Mukminin, aku jumpai umat ni berselisih dlm permasalahan al-Kitab (Alquran), sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani berselisih (di antara mereka).

Diriwayatkan Ibnu Abi Dawud dari Qilabah, ia berkata, Pada masa kekhalifahan Utsman, ia mengangkat seorang pengajar qiraat (bacaan Alquran) dan seorang lainnya untk mengajarkan qiraat pula. Kemudian dua orang pemuda (pelajar qiraat) bertemu dan berselisih tentang bacaan mereka. Hingga permsalahan ni sampai kepada para guru. Ayub mengatakan, ‘Yang aku ketahui, sampai-sampai mereka saling mengkafirkan karena bacaan Alquran (yang asing menurut mereka)’.

Keseriusan kisruh perbedaan bacaan Alquran saat itu bisa sedikit tergambar di benak kita dgn peristiwa yg baru-baru saja terjadi. Tentang bacaan Alquran langgam Jawa. Inisiatif mentri agama, Lukman Hakim Saifuddin, membaca Alquran dgn lagu macapat sempat membuat tegang suasana yg awalnya biasa. Keputusannya memicu pro dan kontra. Dan tentu saja meramaikan sosial media. Nah bagaimana pula dgn persitiwa perbedaan bacaan Alquran di zaman Utsman. Tentu lebih besar dan lebih berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.

Di tengah kisruh tersebut, Utsman mengeluarkan kebijakan yg berhasil membuat suasana reda dan tenang. Utsman mengumpulkan tokoh-tokoh sahabat Rasulullah ï·º. Berdiskusi bersama mereka. mencari solusi atas peristiwa besar yg sedang mereka hadapi. Akhirnya keluarlah kebijakan untk menyeragamkan bacaan Alquran. Ditetapkanlah satu qiraat (bacaan) yg jadi sandaran untk umat. Kemudian qiraat tersebut ditulis dan disebarkan ke seluruh wilayah Islam. Tidak hanya itu, Utsman menutup celah perselisihan dgn membakar mush-haf yg berbeda (Kitab al-Mashahif. 1/211-214).

Kebijakan yg diambil Utsman ni adlh keputusan yg luar biasa. Sikap yg beliau ambil mampu menenangkan. Bukan malah menghangatkan suasana dan menimbulkan perpecahan. Ibnu Abi Dawud meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, Janganlah kalian berlebihan dlm menyikapi (kebijakan) Utsman. Jangan kalian membicarakan dia, kecuali yg baik-baik saja. Demi Allah, apa yg ia lakukan terhadap mush-haf Alquran diputuskan setelah bermusyawarah dgn kami (para sahabat).

Ali melanjutkan, Utsman bertanya kepada kami, Apa pendapat kalian tentang perselisihan bacaan ini? Sungguh sampai kabar kepadaku orang-orang mengatakan, ‘Qiraatku lebih baik dari qiraat yg kau baca’… …Kami pun menyerahkan kepadanya dgn bertanya, Bagaimana solusimu? Utsman menjawab, Menurutku kita perlu mempersatukan bacaan dlm satu mush-haf yg seragam. Sehingga tak ada kelompok-kelompok. Tidak ada perselisihan. Kami menanggapi, Alangkah bagus solusi itu. Ali menegaskan, Demi Allah, seandainya aku menjadi khalifah, akan aku lakukan seperti yg dilakukan Utsman.

Petugas Penulis Alquran

Utman bin Affan radhiallahu ‘anhu membentuk satu tim ahli untk melaksanakan tugas penulisan Alquran. Sebuah tugas berat karena apa yg mereka tulis akan dibaca milyaran manusia sampai hari kiamat.

Ada yg mengatakan para petugas tersebut tergabung dlm tim 5: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin az-Zubair, Abdullah bin al-Abbas, Abdullah bin Amr bin al-Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits. Ada pula yg menyatakan 12 orang. Mereka dari Quraisy dan Anshar. Termasuk di antaranya Ubay bin Ka’ab. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat, mereka adlh tim 4. Yang terdiri dari: Zaid bin Tsabit dari Anshar. Kemudian Abdullah bin az-Zubair, Said bin al-Alsh, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam. Tiga nama terakhir adlh Quraisy.

Ibnu Hajar mengatakan, Peristiwa tersebut terjadi di akhir tahun 24 H hingga awal tahun 25 H. Itulah waktu yg disebutkan oleh para sejarawan. Tahun dimana dibebaskannya Armenia. Tapi Ibnu al-Jarir dan Ibnu al-Atsir memiliki pendapat berbeda. Menurut mereka peristiwa penyatuan bacaan (al-jam’u al-utsmani) terjadi pd tahun 30 H. Pendapat pertamalah yg lebih tepat. (al-Mashahif, 1/205,217,220).

Metode Penyusunan Mush-haf

Langkah pertama yg dilakukan Utsman bin Affan dlm penulisan Alquran adlh mengutus seseorang kepada Ummul Mukminin Hafshah binti Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anha. Ia meminta sebuah mush-haf Alquran yg dibukukan di zaman Abu Bakar. Tim penulis pun menjadikan mush-haf tersebut sebagai acuan dlm menjalankan tugas. Kemudian mereka menulis ulang berdasarkan perintah Utsman.

Utsman berkata kepada tiga orang penulis Quraisy. Jika kalian berbeda pendapat dgn Zaid bin Tsabit dlm hal apapun pd Alquran, maka tulislah dgn lisan Quraisy. Karena Alquran diturunkan dgn lisan Quraisy.

Az-Zuhri mengatakan, Mereka berbeda pendapat dlm at-Taabuut / at-Taabuuh (التابوت والتابوة). Para penulis Quraisy berpendapat at-Taabuut. Sedangkan Zaid memilih at-Taabuuh. Perbedaan ni sampai kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan, ‘Tulislah at-Taabuut. Karena ia turun dgn lisannya Quraisy’. (Riwayat at-Bukhari, Fadha-il Alquran, 4604).

Hanya dlm kata ni saja mereka berselisih. Mereka berselisih apakah ditulis dgn ta’ maftuhah / ta’ marbuthah.

Setelah penulisan selesai, Amirul Mukminin Utsmani bin Affan mengirimkannya ke wilayah-wilayah kekhalifahan. Menariknya, bersama mush-haf baru tersebut ia utus seseorang yg memiliki bacaan yg sama dgn mayoritas bacaan penduduk setempat. Kemudian orang tersebut mengajarkan penduduk wilayah itu.

Kemudian Utsman memerintahkan agar mush-haf yg berbeda dihilangkan dgn cara dibakar. Sehingga akar-akar perselisihan dlm permasalahan Alquran benar-benar bersih tercabuti. Para sahabat pun menyetujui kebijakan Utsman. Sebagaimana ucapan Ali bin Abi Thalib, Demi Allah, seandainya aku menjadi khalifah, akan aku lakukan seperti yg dilakukan Utsman.

Mush-haf dikumpulkan kemudian dibakar / dicuci dgn air sampai tinta-tintanya luntur (Manahilu Irfan, 1/259, 261).

Dalam riwayat Imam al-Bukhari dijelaskan. Setelah penulisan mush-haf selesai, Utsman mengembalikan mush-haf rujukan kepada Hafshah. Kemudian mengirimkan mush-haf yg baru ke seluruh wilayah kekuasaan. Ia jg memerintahkan agar selain mush-haf baru dibakar. Sehingga masyarakat kaum muslimin bersatu dlm mush-haf utsmani. Melihat persatuan umat, Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu yg awalnya menolak mush-haf utsmani dan tak mau membakar mush-hafnya, pun berubah pikiran. Ia mengakui kesalahan pandangannya. Kemudian turut melakukan hal yg sama dgn masyarakat. Umat pun bersatu padu (Riwayat al-Bukhari dlm Fadha-il Alquran, 4604).

Kebijakan yg dilakukan Utsmani bin Affan radhiallahu ‘anhu dlm menyatukan bacaan Alquran adlh kebijakan cerdas, berani, dan tepat. Sampai sekarang kita merasakan bagaimana Alquran yg beliau susun begitu universal. Menembus sekat-sekat kesukuan, wilayah, dan bahasa. Melapangkan dada kaum muslimin di segala penjuru dunia. Tidak menimbulkan kecemburuan. Persatuan pun terwujud dan hati-hati manusia menjadi lapang.
Apa yg Utsman tetapkan mampu diterima seluruh kaum muslimin. Padahal sebelumnya mereka memiliki bacaan yg berbeda. Inilah jiwa kepemimpinan sejati. Ia mempersatukan umat yg sebelumnya terpecah. Bukan malah mengeluarkan kebijakan yg memanaskan suasana di tengah-tengah ketanangan dan persatuan umat. Jumlah Mush-haf Utsmani Pertama Kali
Setelah menyelesaikan penulisan ulang Alquran, Utsman memerintahkan agar mush-haf baru tersebut dikirim ke daerah-daerah kekhalifahan. Para ulama berbeda pendapat berapa jumlah mush-haf yg ditulis Utsman. Pendapat yg masyhur menyebutkan bahwa mush-haf Alquran diperbanyak menjadi lima. Dikirim ke Mekah, Madinah, Kufah, Syam, dan satu lagi dipegang oleh beliau sendiri. Itulah yg dikenal dgn mush-haf al-imam.
Abu Amr ad-Dani mengatakan, Kebanyakan ulama menyatakan bahwa mush-haf tersebut berjumlah empat. Dikirim menuju Kufah, Bashrah, dan Syam. Kemudian satu lagi Utsman sendiri yg memegangnya.
Ibnu Abi Dawud mengatakan, Aku mendengar Abu Hatim as-Sajistani berkata, ‘Saat Utsman menulis ulang Alquran pd peristiwa jam’ul Quran, ia memperbanyak mush-haf menjadi tujuh. Dikirim ke Mekah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan satu lagi tetap di Madinah.
Pendapat yg paling kuat menyatakan bahwa Alquran tersebut digandakan menjadi enam. Empat di antaranya dikirim ke Mekah, Syam, Kufah, dan Bashrah. Satu mush-haf tetap di Madinah. Mush-haf itu dinamakan al-Madani al-‘Aam. Dan satu lagi Utsman sendiri yg memegangnya. Mush-haf ni disebut al-Madani al-Khaas / al-Mush-haf al-Imam (al-Itqan, 1/189).
Pelajaran Dari Peristiwa Ja’ul Quran
  1. Seorang pemimpin hendaknya mengeluarkan kebijakan yg mempersatukan umat di kala mereka berpecah belah. Bukan sebaliknya memanaskan dan memecah umat saat kondisi mereka tenang.
  2. Mush-haf Utsmani menjadi jalan tengah dan pemersatu.
  3. Pemerintah mengawasi dan menyebarkan mush-haf Alquran.
  4. Solusi memusnahkan ayat Alquran yg terdapat dlm Alquran yg sudah lusuh tak terpakai, / tulisan-tulisan di buku dan kertas adlh dgn cara dibakar seperti apa yg dilakukan Utsman dan disepakati sahabat yg lain. Sehingga ayat Alquran tak dihinakan dgn dibuang di tempat sampah. Atau dijadikan bungkus dan alas-alas sesuatu yg tak sesuai dgn kemuliaannya.

source : http://dailymotion.com, http://jhonisamual.blogspot.com, http://solopos.com

0 Response to "[News] Kisah Utsman bin Affan Menyatukan Bacaan Alquran "

Posting Komentar

Contact

Nama

Email *

Pesan *