This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Berapa Lama Seorang Musafir Dapat Mengqashar Sholatnya? - Fiqh Ibadah

kopas99.blogspot.com - بسم الله الرحمن الرحيم

Di antara permasalahan yg terjadi ketika seseorang melakukan perjalanan jauh adlh mengenai penentuan berapa lama dia boleh menjamak dan mengqashar shalat fardhunya. Apakah hanya sebatas empat hari, lima belas hari, sembilan belas hari, dua puluh hari / bagaimana?

Di dlm kumpulan fatwa yg dikeluarkan oleh Markazul Fatwa yg berada dibawah pengawasan Doktor Abdullah Al Faqih disebutkan bahwa masalah penentuan batasan waktu yg diperbolehkan bagi musafir untk mengqashar shalatnya adlh masalah yg tak ada padanya dalil yg menghukumi secara jelas batasannya. Oleh karena itu, para ulama berselisih dlm masalah ni ke dlm banyak pendapat. Di antaranya:

a. Mazhab Hanbali berpendapat jika seorang musafir berniat untk menetap di suatu daerah lebih dari empat hari, maka berarti dia harus menyempurnakan shalatnya.

b. Adapun Imam Malik dan Asy Syafi’i berpendapat bahwa jika musafir berniat untk menetap selama empat hari, maka wajib bagi dia untk menyempurnakan shalatnya.

c. Sedangkan mazhab Hanafi mengatakan jika seorang musafir itu berniat untk menetap di suatu daerah lebih dari lima belas hari, maka dia harus menyempurnakan shalatnya.

Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa tak ada batasan tertentu dlm masalah ini. Selama si musafir tak meniatkan untk bertempat tinggal di suatu daerah ataupun tak berniat untk melakukan iqamah muthlaqah (menetap secara mutlak tanpa dikaitkan dgn waktu / kegiatan tertentu) maka dia tetap berada di dlm hukum safar, baik dia berencana untk berada di sana kurang dari empat hari / lebih. Adapun jika dia meniatkan salah satu dari dua hal di atas maka tak boleh bagi dia untk meringkas shalatnya.

Inilah pendapat yg paling kuat dlm masalah ini. Alasannya adlh karena keumuman dalil yg memperbolehkan musafir untk mengqashar shalat dan tak ada batasan waktu tertentu padanya. Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ
Apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqashar shalat. [QS An Nisa`: 101]

Dalil lainnya adlh hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أقام رسول الله صلى الله عليه وسلم بتبوك عشرين يوما يقصر الصلاة
Rasulullah صلى الله عليه وسلم menetap di Tabuk selama dua puluh hari dlm keadaan mengqashar shalat. [HR Abu Daud (1235). Hadits shahih.]

Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
Nabi صلى الله عليه وسلم menetap di Mekkah selama sembilan belas hari melakukan shalat dua rakaat. [HR Al Bukhari (4298)].

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata: ... Pendapat yg rajih adlh seorang musafir tetap dikatakan sebagai musafir meskipun panjang waktu safarnya sepanjang dia tak meniatkan iqamah muthlaqah / bertempat tinggal. Adapun bagi wanita, maka mereka tak shalat bersama jama’ah dan tetap mengqashar shalat sampai mereka kembali ke negeri mereka, baik waktunya sudah ditentukan ataupun belum ditentukan; karena tak ada di dlm Kitabullah dan tak ada pula di dlm sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم sesuatu yg menunjukkan kepada pembatasan. Bahkan (di dalam) Al Qur`an Allah ta’ala berfirman di dalamnya:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ
Apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqashar shalat. [QS An Nisa`: 101]

Nabi صلى الله عليه وسلم tak datang dari beliau satu hurufpun bahwasanya beliau menetapkan batasan waktu, padahal beliau ‘alaihish sholatu was salam berada di dlm lama waktu yg berbeda-beda di dlm berbagai perjalannya. Beliau berada selama sembilan belas hari pd peristiwa Fathu Makkah sambil mengqashar shalat, dan itu terjadi di bulan Ramadhan dan beliau dlm keadaan tak berpuasa. Beliau berada di perang Tabuk selama dua puluh hari sambil mengqashar shalat. Beliau jg melaksanakan Hajjatul Wada’ -yang merupakan safar terakhirnya- selama sepuluh hari dlm keadaan mengqashar shalat. Ada yg bertanya kepada Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu: Berapa lama kalian menetap di Mekkah -yaitu pd tahun Hajjatul Wada’-? Dia menjawab: Kami berada di sana sepuluh hari.

Jika safarnya Rasul صلى الله عليه وعلى آله وسلم berbeda-beda (lamanya) dan beliau tak menetapkan batasan tertentu apapun bagi umatnya, maka bisa dipahami bahwa masalah ni tak ada aturan tertentu. Selama engkau berada di suatu daerah untk urusan tertentu dan begitu selesai urusan itu engkau langsung pulang, maka engkau adlh musafir, baik engkau menetapkan batasan waktu ataupun tidak. Dan pembagian antara adanya batasan waktu dan tidaknya, maka tak ada dalil atasnya. (Al Liqa`usy Syahri (4/4)).

Wallahu a'lam bish shawab.

والحمد لله رب العالمين


0 Response to "Berapa Lama Seorang Musafir Dapat Mengqashar Sholatnya? - Fiqh Ibadah"

Posting Komentar

Contact

Nama

Email *

Pesan *